Bila disebut generasi baru, merujuk pada anak muda berusia sekitar 20 hingga 40 tahun.
Generasi global baru juga mengacu pada generasi muda yang berada di level global, dan tidak hanya terkait dengan posisi suatu negara.
Sedangkan sistem kehidupan ideal mengacu pada aturan-aturan untuk menjalani kehidupan yang ideal.
Wajar atau alami bagi beberapa generasi baru untuk bersikap idealis dan berperilaku terhadap dunia.
Yang dimaksud dengan idealis adalah berpandangan bahwa dunia harus diubah karena yang ada adalah buruk dan harus diperbaiki.
Mungkin sifat dan sikap mendukung idealisme sudah tertanam dalam benak generasi baru karena dengannya spesies manusia selalu dapat memperbaiki masyarakat.
Sifat dan sikap itulah yang menjadikan manusia semaju yang tersingkap dalam sejarah besar spesies homo sapien ini.
Namun idealisme ini hadir dengan kenaifan anak muda, yang harus diimbangi dengan sikap dan sikap yang realistis.
Ada idealisme yang politis, tapi belum tentu. Idealisme ada dalam bentuk kehidupan lain seperti ekonomi, sosial, budaya, seni, ilmu pengetahuan, teknologi dan agama.
Ada juga campuran politik dan agama, atau politik dan ekonomi.
Tidak ada kekurangan politik dan teknologi. Idealisme memang banyak jenisnya, meskipun perhatian selalu tertuju hanya pada idealisme politik.
Meskipun yang disebut generasi baru adalah sekitar 20 hingga 40 tahun, usia itu adalah penanda anggaran.
Sekarang karena ada anak muda yang memiliki kesadaran atau kedewasaan lebih awal, misalnya 15 dan 18 tahun.
Bahkan jika ada yang belum berusia 40 tahun, mereka telah kehilangan atau acuh tak acuh terhadap idealisme.
Pakar keamanan negara tentu saja sudah mempelajari hal ini sejak lama karena pada masa itu kecenderungan radikalisme muncul.
Ada banyak jenis radikalisme, ada yang positif, negatif, sederhana dan ekstrim.
Yang mengkhawatirkan aparat keamanan adalah kecenderungan ekstrim yang bisa berujung pada kekerasan dan kekerasan, apapun idealismenya.
Di era media sosial, mudah bagi siapa saja untuk mengkritisi idealisme anak muda.
Di masa lalu, aparat keamanan harus menggunakan agen polisi untuk menggeledah anak sekolah dari usia 15 tahun hingga mahasiswa dan karyawan baru.
Seringkali anak-anak muda idealis ini aktif dalam serikat mahasiswa; rajin menulis di surat kabar dan majalah serta tampil dalam demonstrasi.
Jika mereka masuk politik, mereka akan menjadi anggota sayap pemuda dan perempuan.
Setelah usia 40 tahun, mereka dianggap sebagai generasi tua. Kemudian generasi baru akan muncul menggantikan mereka untuk menghidupkan kembali masyarakat.
Proses ini berlaku di semua negara di dunia dan juga global.
Apalagi di era media sosial yang memudahkan anak muda untuk menerima dan bertukar informasi sehingga menghasilkan generasi baru peringkat global melalui pengalaman serupa.
Tetapi di mana bahkan di era pra-Internet ada pertukaran informasi meskipun lebih lambat dari hari ini, peringkat global generasi baru menerima pengaruh yang sama.
Misalnya, ada seorang anak yang dibesarkan di sebuah desa tidak jauh dari kota namun tidak memiliki listrik dan tentunya tidak ada televisi di awal tahun 1970-an.
Informasi hanya dapat dijangkau melalui radio, film, surat kabar, majalah dan buku. Saat itu ia melihat generasi baru di desanya juga dipengaruhi oleh perkembangan pemuda global.
Mereka menyukai musik pop seperti Elvis Presley dan The Beatles. Dari situlah era Pop Yeh-Yeh berasal di negara ini.
Mahasiswa Institut Teknologi Mara (ITM) kembali ke desa dengan pengaruh gagasan pemberontakan pemuda yang melanda dunia di Eropa Barat dengan demonstrasi mahasiswa di Paris pada tahun 1968 dan gerakan anti perang oleh generasi baru Amerika Serikat Serikat (AS).
Remaja ini memiliki kesadaran politik pada usia yang lebih dini yaitu pada tahun 1973 saat duduk di bangku kelas dua.
Informasi yang ia terima hanya melalui radio dan media cetak mempengaruhinya dengan idealisme kiri yang dibawa oleh konsep sosialisme.
Ia dengan mudah menjadi pengikut Kassim Ahmad dan Partai Sosialis Rakyat Malaya (PSRM).
Remaja itu adalah bagian dari kelompok kecil dan terisolasi di negara itu.
Sebagian besar anak muda saat itu tetap bertahan dengan perjuangan nasionalisme sayap kanan.
Namun, kaum muda yang menganut idealisme kiri lebih berkomitmen dan berpengetahuan daripada mayoritas.
Namun pada tataran global, khususnya di Barat, paham sosialisme dengan istilah “Kiri Baru” untuk membedakannya dengan “kiri lama” menarik kaum muda berpikir bahwa itu adalah idealisme yang dapat diwujudkan.
Namun, ketika ia menjadi generasi baru di penghujung tahun 1970-an, yakni di usia 20 tahun, konsep sosialisme mengalami kemunduran dan popularitasnya terutama di negara-negara Muslim.
Dunia sedang berubah dan kekuatan pendorong di balik perubahan ini adalah kaum muda.
Pada awal 1980-an, itu adalah era kebangkitan Islam dan kaum muda dengan mudah berpindah dari kiri ke kanan.
Meski telah meninggalkan sosialisme, idealisme yang dipegangnya juga mengambil bentuk revolusioner karena ia mengikuti gagasan yang dikemukakan Ali Syariati dan Ayatollah Khomeini.
Namun tentu mayoritas generasi baru masih mendukung paham negara yang ada.
Masa pemahaman idealisme sedikit demi sedikit berubah.
Misalnya, jika pemahaman sosialisme dipandang tidak praktis jika idealisme bertabrakan dengan kenyataan, maka generasi baru yang sudah menjadi generasi tua karena sudah berusia 40 tahun akan meninggalkan idealisme mudanya.
Mereka menjadi realistis dan skeptis terhadap kepercayaan lama mereka.
Atau dia dipanggil untuk menjadi dewasa dan meninggalkan kenaifan masa mudanya.
Itulah yang dialami para pemuda di tahun 2000-an.
Idealisme yang didasarkan pada perjuangan Islam pada tahun 1980-an tidak hanya dipandang tidak dapat dicapai tetapi juga tidak praktis ketika dihadapkan pada kenyataan.
Revolusi Islam dan “negara Islam” dipandang sebagai asumsi atau utopia yang hanya sesuai dengan tingkat harapan yang ideal.
Faktanya, kodrat atau kodrat manusia tidak bisa melahirkan idealisme. Realisme mengalahkan idealisme.
Keberhasilan suatu negara tergantung pada upaya kepemimpinan dan terlebih lagi, nasib suatu bangsa dan negara ditentukan oleh banyak faktor yang berada di luar kendali manusia.
Setelah tahun 40-an, tentu seseorang lebih dewasa dan kritis serta skeptis terhadap ide politik apa pun.
Mereka tidak mudah terpengaruh. Tentu saja hal ini tidak disetujui oleh kebanyakan orang.
Mungkin sebagian besar orang, entah malas atau tidak, mengambil jalan yang lebih mudah dengan tetap berpegang pada sifat dan sikap konservatifnya dalam menghadapi situasi apapun.
Tapi untuk generasi baru juga, giliran mereka untuk bertindak dan bersikap idealis.
Di era TikTok dan artificial intelligence (AI), serta menghadapi era perubahan iklim, tentu ambisi mereka berbeda dengan generasi sebelumnya.
Kasus ini tidak hanya terjadi di negara ini tetapi mencakup seluruh dunia.
Bagi mereka yang tertarik dan tertarik, amati bentuk idealisme mereka dan perubahan apa yang akan dialami dunia.