bosswin168 slot gacor 2023
situs slot online
slot online
situs judi online
boswin168 slot online
agen slot bosswin168
bosswin168
slot bosswin168
mabar69
mabar69 slot online
mabar69 slot online
bosswin168
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
https://wowcamera.info/
mabar69
mahjong69
mahjong69
mahjong69
mabar69
master38
master38
master38
cocol88
bosswin168
mabar69

Hari Raya sebagai syiar jati diri Melayu

Hari Raya sebagai syiar jati diri Melayu

Hari Raya Aidilfitri bukan hanya hari raya keagamaan bagi orang Melayu, tetapi juga merupakan simbol identitas bangsa.

Simbol disini berarti lambang. Identitas juga berarti identitas.

Baik simbol maupun identitas sama-sama penting dalam kehidupan berbangsa.

Hal ini penting karena merupakan pilar eksistensi atau eksistensi suatu negara.

Dalam kemeriahan merayakan Aidilfitri, saya tidak ingin menulis sesuatu yang berat, namun inilah saat yang tepat untuk mengingatkan tentang keberadaan ras Melayu dan hubungannya dengan Hari Raya.

Perayaan Hari Raya Aidilfitri merupakan perayaan masyarakat Melayu yang diwariskan secara turun-temurun dan muncul sebagai tradisi tahunan terpenting sehingga menyatu dengan semangat kolektif kebangsaan dari generasi ke generasi.

Cara masyarakat Melayu menyambutnya unik dan berbeda dengan umat Islam lainnya.

Memang tidak semua orang Melayu merayakan Hari Raya dengan cara yang sama.

Beberapa tidak begitu ramah.

Ada juga yang cenderung meninggalkan budaya Melayu demi ganti simbol Arab.

Misalnya memakai jubah dan kurta dan tidak mau memakai pakaian melayu.

Atau mengucapkan Selamat Idul Fitri bukannya Selamat Idul Fitri.

Antar negara juga ada perbedaan kecil dalam hal berbicara.

Begitu pula dengan praktek adat yang belum terlaksana karena tekanan zaman.

Namun, masyarakat Melayu secara keseluruhan masih menganggap Hari Raya Aidilfitri sebagai hari besar tahunan negara.

Prinsip merayakan Hari Raya Aidilfitri adalah agama untuk memenuhi tuntutan syariah.

Bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha, merupakan hari keagamaan yang wajib dirayakan oleh masyarakat Melayu sebagai pemeluk agama Islam.

Di sini perlu ditekankan penafsiran orang Melayu.

Di Malaysia, sebagai kelanjutan dari Malaya Land Alliance atau Malaya, Melayu didefinisikan bukan berdasarkan keturunan, hubungan darah atau DNA tetapi asimilasi berdasarkan tiga hal, yaitu Islam, berbahasa Melayu dan menjalankan adat Melayu.

Dari segi adat saat ini tidak begitu ditekankan. Namun dalam kehidupan masyarakat Melayu, adat istiadat yang berkaitan dengan perkawinan merupakan hal besar yang diprioritaskan.

Perayaan pernikahan adalah hal yang paling berarti tidak hanya bagi pasangan tetapi untuk semua kerabat dan teman dekat.

Orang Melayu juga memiliki adat merayakan kelahiran dan menghadapi kematian, namun ini juga bukan sesuatu yang wajib.

Namun adat-istiadat penting yang perlu diikuti bagi orang Melayu adalah yang berkaitan dengan keraton.

Penguasa Melayu tidak hanya harus mematuhi adat tabu, tetapi orang Melayu juga harus mematuhi semua aturan dan protokol yang berkaitan dengan posisi seseorang mengenai medali dan gelar.

Dalam kaitan ini, sudah menjadi lembaga yang juga perlu bergaul dengan non-Melayu di negeri ini.

Jadi di Malaysia orang-orang berkebangsaan Nusantara seperti Jawa, Minang, Aceh, Banjar, Bugis, Boyan, Sulu, Mandailing, Pattani langsung dianggap melayu.

Begitu pula Muslim dari India, Pakistan, Cina, Thailand, Filipina diterima sebagai bagian dari Melayu.

Meski tentu saja mereka memiliki ciri budaya yang berbeda dengan orang-orang dari Semenanjung Melayu.

Jadi dari segi politik di Malaysia, orang Melayu adalah bagian dari Bumiputera yang juga terdiri dari suku-suku di Sarawak dan Sabah, yang beragama Kristen, berbahasa ibu dan menjalankan adatnya masing-masing.

Namun bangsa Melayu terbentuk dengan adanya kerajaan-kerajaan Melayu sebelum kedatangan penjajah Barat yang menghapuskan tata kehidupan politik Melayu pada abad ke-16.

Ketika raja-raja Melayu memeluk agama Islam yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, masyarakat pun turut serta.

Sejak saat itu, masyarakat Melayu merayakan Hari Raya Aidilfitri yang disebut Hari Raya Puasa.

Meski begitu, banyak adat istiadat yang unik bagi masyarakat melayu sebelumnya seperti memasak ketupat dan rendang.

Kata “raya” yang berarti “besar” berasal dari bahasa Melayu dan terus digunakan untuk menyebut Hari Aidilfitri dan Hari Aidiladha.

Untuk mengetahui bagaimana orang Melayu merayakan Hari Raya sebelum datangnya Islam, dapat disaksikan di Bali yang penduduknya beragama Hindu.

Namun agama Hindu di sana berbeda dengan yang dipraktikkan di India.

Beberapa tahun lalu, saya mengunjungi Bali dan mewawancarai penduduknya.

Ia mengatakan, umat Islam hanya memiliki dua “liburan” tetapi mereka memiliki banyak “hari raya” yang menurutnya melibatkan banyak upacara.

Sebelum kedatangan Islam, kerajaan Melayu Sriwijaya dan kerajaan Jawa Majapahit menganut agama Hindu-Buddha yang dimodifikasi dan tentunya memiliki banyak upacara.

Dakwah Islam datang dari India yang dilanjutkan dengan Persia dan Arab, serta dari Cina.

Sehingga pengaruh Tionghoa dapat dilihat dari segi desain masjid dan juga busana Melayu.

Sedangkan songkok adalah pengaruh India.

Bisa dibayangkan betapa sulitnya para da’i zaman dulu menerapkan amalan Islam kepada masyarakat Mealy, terutama dalam hal amalan shalat yang disebut shalat dan puasa.

Meskipun Islam lebih pendek dari Hindu yang memiliki upacara dan banyak “liburan”, umat Islam diwajibkan untuk berdoa dan berpuasa yang harus memberatkan banyak orang.

Karena itulah para mubaligh menekankan amalan puasa dengan menjanjikan perayaan setelah Ramadhan berakhir. Jadi Aidilfitri disebut Hari Raya Puasa.

Kemeriahan orang Melayu saat Idul Fitri memang unik jika dibandingkan dengan perayaan di kalangan umat Islam di negara lain.

Puasa dan Idul Fitri sekarang cocok dengan jiwa atau jiwa orang Melayu.

Lantunan takbir yang menggiurkan menambah kepahitan di pagi hari Idul Fitri memenuhi jiwa orang Melayu.

Itu juga terkait dengan kesedihan atas orang tua dan kerabat yang telah meninggal.

Suku Melayu merupakan ras masyarakat yang memiliki hubungan erat dengan keluarga besarnya dan kampung halamannya masing-masing.

Sedangkan aslinya takbir dilantunkan dengan semangat saat kembalinya pasukan Islam setelah meraih kemenangan di medan perang.

Jika dicermati makna ucapan takbir, tentu dapat dipahami bahwa yang dimaksud adalah keberhasilan mengalahkan orang kafir.

Sebelum masuknya agama asing, orang Melayu percaya pada roh pohon, gunung, dan alam.

Pesta mereka setahun sekali pada awal musim panen padi.

Ini seperti Hari Gawai dan perayaan pasca panen yang dirayakan di Sarawak dan Sabah dan Orang Asli di semenanjung.

Ini juga merupakan praktik umum oleh semua orang di Asia Tenggara.

Kini amalan utama orang Melayu di Hari Raya Aidilfitri tentu saja shalat.

Namun yang lebih semarak dan besar setelah itu adalah ziarah-ziarah dan mempererat silaturahmi.

Kalau dalam Islam hari raya ini hanya satu hari karena besok disunat puasa enam hari.

Namun bagi orang Melayu, hari raya adalah bulan pertama, kedua dan seterusnya.

Kehebohan di desa kemudian dibawa ke pelabuhan, khususnya di Lembah Klang.

Nampaknya masyarakat Melayu cukup senang merayakan tidak hanya open house tapi juga hajatan di tempat kerja masing-masing.

Hari Raya Aidilfitri telah menjadi simbol identitas Melayu.